Kamis, 21 Juli 2011

Bebas Lepas

Pagi itu tepat pada hari minngu, kebetulan saya yang semula berniat maen voly namun berhubunga bolanya tidak ada bolanya, maka saya ganti dengan jalan – jalan pagi bersama empat orang lainnya yang juga temen saya. Jalan – jalan itu tak lain adalah selain menyegarkan tubuh juga refresihing sebgai penghilang penat selama satu minggu dipenuhi dengan kuliah, begitulah cara hidup mahasiswa yang terpinang oleh kurikulum dalam pendidikan. Bukankah mahsiswa statusnya sama dengan tuhan, yang punya kebebasan berkehendak terutama berfikir lepas? Dihari yang samaselepas jalan – jalan seperti biasa temen – temen menyempatkan untuk mampir disebuah warung untuk sekedar membuat tubuh berstamina. Pemilik warung sangat akrab dan hangat sehangat the yang disuguhkan pada temen – temen. Tak sengaja saya lihat meja jagongan terlihat dua temen yang ditemeni segelas kopi susu plus satu bungkus rokok tentunya. Seperti itulah mahasiswa memaknai hidup yang dikatakan bebas. Saya ikut nimbrung walau sekedar basa basi namun niat untuk mengutarakan sesuatau (sharing) ada . “Kapan datang cuy?” saya tanya, “sudah lama” jawabnya yang tangan kanannya tak lepas dari buku. Kemudian disela – sela itu saya ngobrol tentang kemajuan teknologi sebagai sarana media (press on line) dan berbagai situs media lainnya. Ditengah – tengah obrolannya dia tanya “ bagaimana kau sudah diterma kerja, nama majalahnya apa?”, saya jawab “statusnya kan masih mahasiswa magang, yah belum lah tapi dalam waktu dekat ini saya mengajukan lamaran, nama majalahnya Media RS Paru”. “walau status saya mahasiswa magang tapi kerjanya hampir sama dengan karyawan sebagai staff” sambung saya. “ kemarin saya ketemu dengan wartawan media, dia menawarkan kalau memang mau bekerja menjadi layouter tanpa persyaratan apapun, cukup datang daftar dan punya kemauan” ucapnya. Saya tanya “bagaiman jika temen – temen kita di magangkan disitu?”, dia menggelengkan kepala mungkin dengan maksud tidak ingin tersertruktur karena dia adalah pimpinan umun LPM maka yang ada dibenaknya adalah lepas berfikir bebas, itulah mahasiswa media. Sebentar saya beranjak masuk untuk sekedar senam mulut dimana makanan ringan berjejer diwarung tersebut, kemudian saya duduk kembai dan ngobrol. Tak lama kemudian dia sepontan menjelaskan antara karya sastra dan jurnalis “ sastra itu adalah bagi orang yang terluka, orang itu bahagia atas derita karena terluka, dan sastra pun tidak boleh disatu padukan dengan industry”. Dalam berbicara kebebasan mahasiswa berkarya, belajar dan berkreatifitas entah curhat, sengaja atau tidak, “kalau dikampus aku sudah ditutup. Aku hanya ingin bebas berfikir belajar, mebaca dan menulis. Ketika suatu saat aku kuliah maka itu bukanlah aku, melainkan pihak lain yaitu tuntutan”. KURIKULUM PENDIDIKAN Berbicara pendidikan di Indonesia telah di atur dalam undang – undang bahwa setiap berhak mendapatkan pensisikan yang layak, dan dalam mencerdaskan anak bengsa dengan cara belajar yang tentunya melalui system pendidikan, dan dalam pendidikan itu terbingkai dalam sebuah kurikulum pendidikan. Realitas dewasa ini khususnya kalangan mahasiswa dan tak sedikit kalangan pendidik (guru) system pendidikan yang berbasis kurikulum adalah produk gagal. Kegagalan tersebut dikarenkan tidak ada pemerataan yang signifikan sehingga, pencapain sebuah system tidak terukur. Disini pula mahasiswa khsusnya kurikulum dinggap apakah pendidikan yang bebas atau bebas berpendidikan?. Disinilah arti bebas dan lepas sesungguhnya, nalar (cara pikir) bukan dibentuk oleh sebuah kurikulum yang artinya berpikir lepas tanpa terikat oleh sebuah system dan berpendidikan yang bebas, karena mahasiswa menilai pendidikan tidak harus dalam gedung dengan panduan dosen. Tidak salah salah bagai pemuda yang berpikir bebas lepas karena “..ketika menjadi pemuda haruslah berpikir radikal, jika usia tua haruslah bijaksana..” Sutrisno Bachir. Saya teringat lagu anak SD pada usia kecil mumpung masih belia Rajin – rajinlah mencari ilmu Namun bila semua tergenapa Bahagia tentu akan menemuinya Masih terngiang dalam memori saya, bahwa sebagai insan yang bepikir belajar tidak harus formalitas, yang terpinting adalah bahagia dalam belajar dalam kehidupannya.