Rabu, 09 November 2011

KESUKSESAN SESEORANG KARENA BIKIN HIDUP SEMAKIN HIDUP

Kesuksesan seseorang sekarang sudah menjadi prioritas bagi orang kebanyakan, apa lagi dalam dewasa ini dengan gaya hidup yang sangat melambung dengan naiknya harga barang dan cara hidup yang semakin bergengsi dengan hadirnya sebuah nuklir yang bernama “hidonisme”. Seiring dengan melonjaknya kemiskinan yang melanda khususnya di Indonesia yang sampai saat ini belum terentaskan, dan akademik menjadi tuhan sebagai penentu dalam kesuksesan (dalam materi). Namun ketika banyak orang mengatakan dengan berpendidikan seseorang akan menuai kesukesan (materi), itu sangat salah besar karena orang yang mengatakan demikian masih terdoktrinasi oleh paham lama IQ (Intellectual Question). Namun fakta dilapangan tidak demikian, bahkan pelajar saat ini adalah penganggur yang terdidik, dengan berbagai masalah, muncul sebuah eksperimen setelahnya dengan konsep EQ (Emotional Question) oleh Salovey dan Mayer dalam istilahnya kecerdasan sosial (EQ) menjelaskan bahwa kecerdasan sosial dapat memberi kontribusi bagi keberhasilan seseorang karena memiliki kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan prasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual. Selain kecerdasan emosional, pada abad ke-20 mulai diperbincangankan jenis kecerdasan manusia yang lain, yaitu kecerdasan spiritual. Zohar dan Marshal menjelaskan kecerdasan sosial sebagai suatu kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai. Kesimpulannya kembali dalam sebuah pepatah yang mengatakan “ilmu pengetahuan tanpa agama adalah pincang, dan agama tanpa pengetahuan adalah buta”. Dalam perkembangan tentang kecerdasan manusia mengatakan manusia mempunyai multiple intelligence (kecerdasan majmuk) sebagaimana dijelaskan oleh Gardner dan Dr. Jhon Elliot, walau sama – sama mempunyai tujuh kesimpulan mengenai multiple intelligence tapi ada sedikit perbedaan. Mentari mulai menampakkan tanda ia akan terbenam. Serak dan terbata sekitar jam tiga lewat teman saya telpon ingin bercerita tentang masalah pribadinya. Masalah itu tak lain tentang kisah asmara disaat ia menjadi pelajar menengah atas. Saya geli sebenarnya dengar yang namanya cinta, namun namanya juga seorang teman yang tengah terpuruk, bukan teman kalau tidak punya empati. Hari – hari yang ia jalani penuh canda dan tawa (belaka), alunan musik terisak sampai ketelinga saya, pertanda bahwa ia lagi bersedih. Ia tidak mau mengulas tentang masalah dirinya kepada siapa pun, akan tetapi dengan sengaja saya memaksanya untuk terus terang, dan saya mempersilakan kepadanya menganggap saya siapa, dibalik pemaksaan saya, saya memang bukan tetangga yang menetap dilingkungannya apa lagi punya kepentingan. Sore itu semakin tampak matahari akan terlelap dalam benamnya sekitar jam empat saya diajak bicara disebuah tempat olahraga, disitulah perbincangan dimulai. Dengan suara terbata-bata mengulas panjang lebar, ternyata selama ia berpacaran, telah rela memberikan yang terbaik guna mendapatkan rasa cinta yang tulus, namun yang ia rasakan saat ini lebamnya sebuah penghianatan. Sampai ia terseok dalam alunan cinta sehingga tidak butuh orang yang kaya harta, dan berfikiran harta itu masih bisa dicari, justru kebahagiaan dalam cinta yang tulus yang sangat sulit ia dapatkan sambil menitikkan air mata. Kondisi tubuhnya yang semakin lemah akibat beban fikiran yang mengharu biru, memperlihatkan bahwa kondisi batinnya sedang terluka yang mendalam. Belum berhenti ia merintih dalam sakit kesedihan sampai ia dalam kondisi titik labil, ia tidak punya semangat hidup, ingin bunuh diri, tidak ingat keluarga. Lukanya cinta membuat ia tertawan dalam kebodohan. Dunia yang mengagungkan material. Kebanggaan yang berlebihan kepada kebendaan yang di miliki. Ini menjadi badai yang mengempaskan moralitas dari qalbu. Sehingga hal demikianlah yang disebut “hidonisme”. Dewasa ini hidonisme telah menjelma menjadi tuhan dalam keidupan pemuda. Karena fokus utama orang-orang yang hidupnya hidonis adalah bagaimana berusaha semaksimal mungkin memburu kesenangan, kemegahan dan kepuasan yang bersifat materi. Maka, tak heran jika banyak orang yang ingin mendapatkan kesenangan, kemewahan, dengan menghalalkan segala cara, yang penting tujuannya bisa tercapai. Mereka tak lagi bisa memisahkan mana yang hak dan mana yan batil. Mereka sudah tidak mampu memilah mana yang halal dan mana yang haram. Bahkan, mereka suah tidak mampu lagi memlih mana tindakan yang terpuji dan mana tindakan yang tercela. Ini terjadi karena orang-orang tersebut sudah menanggalkan nilai-nili ruhaniyah. Moralitas dalam hatina tak dapat lagi terasah untuk menapaki hidup dengn jernih hati. Beberapa persoalan hidup diatas merupakan patologi (penyakit sosial) bangsa Indonesia saat ini. Ketika IQ di nobelkan menjadi tolok ukur kesuksesan seseorang, tapi realitasnya tidak menentukan, walau disusul dengan konsep EQ dan SQ. Namun konsep mutakhir dengan konsep multiple intelligence (kecedasan majmuk) meliputi seni, jiwa dan raga, otak, dan emosional. Orang yang mempunyai kecerdasan sosial dengan memdukan konsep mutakhir seseorang akan menuai kesuksesan dalam tindakan, interaksi, atau materi. Begitu pula orang yang diputus oleh pacarnya, bukan lantas harus berfikir kebelakang, bahwa unttuk mengakhiri, ketidak semangatan hidup, labil dalam menentukan arah hidunya seakan-akan bunuh diri merupakan akhir dari masalah. Akan tetapi orang yang demikian, kecerdasan sosialnya tumpul. Bukan berfikir positif kedepan, dan introspeksi diri, kenapa diputus? Mungkin kurang romantis, perhatian dan kasih sayang yang utuh diiringi ikhlas. Maka orang yang demikian butuh yang namanya kecerdasan sosial, bangkit belajar dari kesalahan mencarinya dengan niat yang baik dan melakukan yang terbaik. Maka, orang yang mempunyai kecerdasan sosial yang sangat tinggi bikin hidup menjadi lebih hidup. Pemuda saait ini identik dengan hidup bebas lepas tapi tidak terarah, seperti apakah itu? Pemuda yang haus akan gaya hidup yang sia – sia berlabelkan “hidonisme”. Kesenagan sementara mungkin itu yang dimaksud dalam dunia hidonis, sehingga apa pun caranya yang penting tujuannya tercapai. Narkoba, sekarang marak dikalangan pemuda bahkan menjadi candu dalam hidunya. Masa depan guna memperbaiki problematika bangsa yang semakin terpuruk disebabkan tunas bangsa yang semakin terpuruk termakan oleh monster hidonis. Namun, jika seseorang mempunyai ketajaman dalam bertindak, kecerdasan sosialnya dipakai untuk berfikir maju, mungkin problematika yang melanda bangsa Indonesia semakin berkurang. Social Intelligence, oleh Hadi Suyono, buku yang mengulas bagaimana seseorang sukses dalam potensi diri dengan kecerdasan sosial yang tinggi, bagaimana mengatasi persoalan lingkungan, yang amuadul menjadi dinamis, orang yang takut gagal dalam meraih hidup, semuanya diulas panjang lebar dalam buku tersebut. Jadi, terutama pelajar mahasiwa, sebaai kaum intelek, yang ketika sudah menjadi sarjana diharapkan dapat membangun perubahan yang sangat signifikan dan eleven bagi asyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar