Senin, 29 Juli 2013

The Journey of Student Part II

Adanya ilmu sosiologi karena memang sejatinya manusia merupakan makhluk sosial. Jadi juga seharusnya interakasi antara yang satu dengan yang lainnya. Karena tanpa hal demikian maka kelangsungan hidup bisa dipastikan hampa. Seakan terasa teralienasi dengan kehidupannya sendiri. Dengan terjadinya gesekan antar individu atau kelompok itulah kemudian dalam konteks islam sebaik-baiknya manusia adalah ketika bermanfaat bagi yang lainnya.
Menilik pada kehidupan mahasiswa, pemandangan yang sangat tidak asing dimata kita. Bahwa mayoritas mahasiswa lebih suka berkelompok, tidak sedikit hal ini banyak dimanfaatkan oleh mayoritas mahasiswa, salah satunya menjaga stabilitas keuangan dan diskusi-diskusi. Sahasrusnya memang seperti ini mahasiswa. Sehubungan dengan hal ini, tidak semua yang kita jadikan teman itu baik. Bukan tidak boleh bergaul dengan orang yang kurang baik tetapi dikhawatirkan terjerumus. Namun jika mampu membentengi diri maka bisa dijadikan referensi kehidupan. Menyikapi hal seperti itu sepatutnya mencari teman yang menjadi sahabat sebagaimana maqoola al hukama جَالِسْ اَهْلَ الصِّدْقِ وَالْوَفَاءِ ( bergaulah dengan orang yang jujur dan tepat janji ). Kata “جَالِسْ “ secara harfiah berarti duduklah, akan tetapi jika dikontekstulakan bermakna bergaulah. jadi, siapa pun itu pada dasarnya tidak suka berbohong dan tidak tepat janji, walau kadang kita sering dibohongi dan diingkar janji. Mengapa hukama menekankan agar bergaul dengan teman yang sedemikian rupa, karena tidak ada lain selain kita direndahkan, seolah-olah tidak punya harga diri.
Dalam kehidupa kita, sudah sering dengar mengenai kata cinta sejati dan sahabat sejati. Namun apakah kita tahu apa itu cinta sejati? Apa itu sahabat sejati?. Mengenai cinta sejati yang menjadi kiyasan adalah sebagaimana cinta Allah pada makhluknya dan seorang ibu pada anaknya. Dalam kehidupan kita saat ini mungkin masih blemu mampu mencapai pada derajat cinta sejati, setidaknya kita menjadi sahabat sejati. Seperti apakah sahabat sejati, apakah dengan mendaptkan sesuatu yang gratis? Atau berkorban tanpa pamrih? Ataukah always on for you ?. Terlepas dari itu semua, kembali hukama menjelaskan مَوَدَّةُ الصَّدِيْقِ تَظْهَرُ وَقْتَ الضِّيْقِ ( kecintaan seseorang tampak disaat dalam keadaan sulit ). Jadi, yang dikatakan sahabat sejati versi hukama adalah apabila kita dalam keadaan sulit, artinya selalu ada untuk kita disaat kita dalam keadaan sulit dan tanapa memikirkan untung rugi. Karena kebnyakan seorang sahabat, ketika dalam keadaan suka kita menganggap ini “ ini sahabat sejatiku “, tapi apa bila orang yang memberikan kemudahan kepada kita, terkadang kita cenderung ambil sukanya saja, sementara dukanya, “itu derita lho”.
Dari dua kaidah hukama diatas tidak lain merupakan telaah refleksi dan kontemplasi terhadap diri kita apakah kita sudah melakukan itu. Ibnu Athoillah berkata dalam kitabnya
لَاتَطْلُبْ مِنْهُ أَنْ يُخْرِجَكَ مِنْ حَالَةٍ لِيَسْتَعْمَلَكَ سِوَاهَا فَلَوْ أَرَادَكَ لَأَسْتَعْمَلَكَ مِنْ غَيْرِ أِخْرَاجٍ
Janganlah kamu meminta kepada Allah untuk mengeluarkanmu dari suatu keadaan agar Allah menggunakanmu pada keadaan yang lain. Jika Allah menghendaki Allah boleh menggunakan tanpa mengeluarkanmu.
Maksudnya adalah, kita tidak boleh memohon untuk dikeluarkan dari keadaan yang kita punya. Karena jika berkehdak tidak Allah menjadikan kita lebih baik tanpa mengubah kita pada keadaan yang lain. Inti dari perkataan Ibnu Athoillah, bawa kita harus ikhlas dalam takdirnya, dan berusaha sabar. Karena dengan sabar Allah pasti memberikan kebaikan apa yang kita tekuni. Dalam kehidupan kita sehari-hari, terkadang kita tidka lepas dari keinginan-keinginan yang kita tidak mampu memiliki sehingga dengan maksa pinjam kadang tanpa izin. Jika, kita ingin dimuliakan oleh teman kita, maka kita harus menghargai temnan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar